Seperti Sore yang Khusyuk

 

Pada dirimu, kukatakan berzirah. Dari dunia yang sengkarut. Dalam badan yang kalang kabut. Sebab kau adalah tempat pulang yang abadi. Lebih abadi dari tubuh bumi.

Sedetik kemudian terdengar botol anggur terbuka. Tepat pukul lima sore dihari Sabtu, sepasang kekasih menyulut percakapan.

“Apa yang kau kerjakan hari ini, Larung?”

“Baru saja kuselesaikan penelitian sejarahku dengan beberapa rekan yang menyebalkan.”

“Kau tak lelah?”

“Setelah melihatmu? Kau masih bertanya demikian Ann?”

“Ohh aku hanya bertanya.”

“Tidak sayang, aku tidak akan merasa lelah jika sedekat ini denganmu.”

Kabut tebal di Villa Aloe membuat petang datang lebih cepat. Dataran tinggi memang selalu akrab dengan suasana melankolis. Dengan Larung dan Anastri yang tak salah memilih anggur sebagai penghangat ditengah dinginnya suasana.

“Ann, kau suka tinggal di sini?”

“Ada beberapa hal yang tak kusuka, tahayul masih sangat subur didataran tinggi.”

“Hahaha kau ini.”

“Kenapa tertawa?”

“Kau memang anak kota yang begitu rasional Ann, pikiranmu jadi skeptis.” 

“Apa kau baru saja mengutarakan ketidakselarasan antara kita Rung?”

“Tentu saja tidak sayang, aku hanya mencemaskanmu.”

“Emm terimakasih.....Tapi, mengapa mereka masih merawat tahayul. Bukankah kita semua sudah tidak lagi hidup dalam kepercayaan animisme dinamisme?”

“Bukan kita Ann. Jangan sebut kita semua. Kau saja. Mereka masih hidup rukun dengan isme-isme yang kau sebut tadi. Mereka juga sedang merawat alam Ann.”

“Merawat alam?”

“Iya, merawat alam dengan tahayul.”

Anastri mengatupkan bibirnya, mengisyaratkan tak sampai memahami kalimat Larung. Larung memang selalu membuatnya berfikir keras lebih dari biasanya.

Mereka kembali menuang anggur pada masing-masing gelas, Larung menatap dalam wanita di depannya. Wanita yang hanya ia temui setiap hari Sabtu dengan raut sendu menyenangkan. Siapa pula lelaki yang tak menyayanginya, matanya yang asri, rambutnya elok selaras dengan bentuk wajahnya, bibirnya sukar diterka.

“Mari kesini Ann, duduk lebih dekat denganku, biar kuberi tahu sesuatu. Kau terlalu menganggap bodoh orang-orang yang percaya tahayul bukan?.”

“Apa aku terlihat seperti orang-orang metropolis kebanyakan?”

“Iya, sangat... ehh maksudku kau terlalu modernis Ann. Ah tapi aku lupa, kau selalu suka merasa benar. Atau barangkali terlalu monoteis. Katakan yang lebih khusus lagi Ann, apa yang tak kau sukai dari tahayul? Barangkali aku bisa sedikit meluruskan.”

“Larung, kau selalu tampak seperti filsuf.” 

“Katakan Ann.”

“Aih, aku jadi sukar denganmu. Dengar Larung!! Dengarkan dengan baik perkataanku, amat baik-baik.”

“Sepertinya kau mulai mabuk, kalimatmu terdengar berbelit-belit.”

“Tidak Runggggg, dengarkan saja dulu..sssssssttttt. Barangkali kau juga benar, aku yang terlalu metropolis. Tapi apakah aku tampak seperti membenci ketidakrasionalan Rung?”

“Hmmm sedikit Ann, sedikit saja. Pun tak kau tampakkan.” 

“Apa itu buruk?”

“Masih bisa diperbaiki.”

“Kau selalu membuatku lega Rung.”

“Kau selalu membuatku jatuh cinta Ann.”

“Jadi kenapa kau tak berfikiran yang sama denganku tentang tahayul? Apa karena terlalu akrab?”

“Tidak...hemmm karena aku melihatnya dari sisi yang berlainan denganmu.”

“Bisa tolong jelaskan padaku? Emmmm tapi tunggu, jelaskan dengan jelas. Jangan membuatku lagi-lagi menafsirkan dua kali. Aku sudah mulai mabuk Rungggg.”

“Iya, sayang.”

Jam sudah menunjukan pukul tujuh petang, gelas-gelas kembali diisi. Mereka mulai menyukai percakapan. Pandangannya sesekali bertaut, dan kepala Anastri sudah mengapung dipundak Larung.

“Peraturan tak tertulis lebih mudah menyatu dengan masyarakat Ann, yang kau sebut sebagai Tahayul memang tak bisa ditemukan dengan ilmu rasional. Tapi Ann, ada misi tersendiri didalamnya kukira.”

“Hmmmm seperti?”

“Seperti pohon keramat yang kau ceritakan padaku Sabtu lalu, kau ingat kan, ada rencana proyek penebangan didaerah atas? Karena orang-orang disini masih kental dengan kepercayaan pada mitos maka mereka menolak untuk merusaknya. Aku bersyukur sekali kalau semua orang percaya takhayul.”

“Ya-yaaa, baiklahhhh. Lalu bagaimana dengan kepercayaan? Bukankah mereka beragama?”

“Ahhh ini tidak ada hubunganya dengan agama Ann.”

“Tentu saja ada Larung sayangggg.”

“Tidak ada Anastriiii.”

“Huhhhh, kenapa tidak ada?”

“Kau berfikir agama lebih bisa rasional daripada tahayul Ann?, begitu kepercayaanmu?”

“Emm ya! Tapi hanya berdasarkan literarur yang kubaca Rung, jadi jangan anggap aku radikal.”

“Ah, kau sudah radikal sedari tadi Ann.”

Keduanya bertatap mata, mendengar kata radikal mereka tertawa bersama. Terbahak-bahak.

“Sakit perutku Rung.”

“Kau kenapa? Tak enak badan?” 

“Tidak-tidak, perutku sakit karena tertawa.” 

“Tuhan, kukira kau kenapa.”

“Jangan bertanya kenapa padaku?” 

“Memangnya kenapa?”

“Sudah kubilang jangan, kenapa selalu sukar diterka Larung. Aku tak suka.”

“Baiklah, tak kutanyakan lagi nanti. Akan kuingat-ingat untukmu.”

“Jawaban yang menyenangkan.”

“Hei kau lihat lampu-lampu kota itu?”

“Yaa, aku selalu melihatnya.. kota memang tak bisa lepas dari gemerlap dan pemborosan listrik”

“Apa pikiranmu tertuju pada orang-orang yang terdampak tambang batu bara Ann?”

“Sedikit”

“Ayolah Ann, kau selalu memikirkan sesuatu dari sisi pahitnya saja. Coba lihat lampu-lampu kota itu seperti kunang-kunang yang imut dan lucu. Kurasa itu tak buruk untuk...”

“Larung.”

“Sebentar Ann,...untuk...”

“Larung”

“Kau memotong pembicaraanku Ann, sebentar...”

“Ini sudah jam sepuluh, kau yakin akan meneruskan obrolan kita?”

Larung melihat pergelangan tangannya, jarum jam menunjukan pukul sepuluh lebih dua menit. Sedikit panik, ia segera berdiri merapikan kerah kemeja.

“Kita bertemu kembali Sabtu depan, aku harus segera pulang.” 

“Ahhh tak menginap saja?.. ayolah, kita selesaikan percakapan kita.”

“Tidak sayang, ada yang sudah menungguku di rumah. Kemarilah, biar kupeluk barang sebentar.”

Sebentar saja, Larung sudah melesat pada daun pintu. Sebelum ia menghilang dibalik pintu, Anastri melempar satu pertanyaan.

“Apakah sabtu depan kau masih akan mencintaiku?” 

“Kemungkinan besar Ann, tak perlu khawatir.”

Komentar

Postingan Populer